Kamis, 22 November 2018

makalah manajemen santri pada pondok pesantren dan diniyah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Seluruh program lembaga pendidikan Islam baik pesantren, madrasah maupun pesantren bermuara kepada pengembangan diri pelajar, baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Program yang dilaksanakan biasanya berkaitan dengan program kurikuler dan ekstra kurikuler. Program kurikuler berada dalam spektrum pelaksanaan manajemen kurikulum/pengajaran, sedangkan format manajemen santri berisikan proses penerimaan, penempatan santri baru, dan pembinaan santri.
Faktor santri sebagai salah satu masukan/input, yang akan dikembangkan melalui proses pembelajaran/pembinaan adalah sub sistem lembaga pendidikan Islam yang sangat menetukan kualitas keluaran/lulusan. Artinya proses seleksi untuk masuk, penempatan ke dalam kelas, program pembelajaran dan pelaksanaannya, serta pembinaan santri sampai menjadi lulusan berkualitas merupakan rangkaian manajemen yang di rancang sedemikian rupa oleh pimpinan, staf, ustad, karyawan, majelis/komite pesantren dan pihak terkait lainnya (stakeholders) setiap lembaga pendidikan Islam harus dilaksanakan dengan manajemen yang baik.
B.     Rumusan masalah
Dalam makalah ini akan membahas hal–hal yang berkaitan dengan manajemen santri pada madrasah diniah dan pondok pesantren dan focus pada topic sebagai berikut:
1.        Bagaimana pengertian manajemen?
2.        Bagaimana pengertian santri?
3.        Apa saja ruang lingkup dalam manajemen santri?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manajemen
Manajemen secara etimologi berasal dari Bahasa Inggris yaitu dari kata kerja to manage yang artinya menustads, mengatur, menggerakkan dan mengelola.[1]Dengan demikian manajemen secara bahasa adalah penustadsan, pengaturan, penggerakan dan pengelolaan. Secara terminology manajemen sering disandingkan dengan administrasi, sehingga muncul 3 pandangan yang berbeda : 1) memandang administrasi lebih luas dari pada manajemen; 2) mengartikan manajemen lebih luas dari pada administrasi; 3) menganggap manajemen sama dengan administrasi.[2] Dalam penulisan selanjutnya istilah manajemen sama dengan administrasi, karena keduanya mempunyai fungsi yang sama. Menurut Terry sebagaimana dikutip Ngalim Purwanto management is a district proses consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources.[3] Manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari perencanaan, perorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukandan mencapai tujuan yang ditetapkan dengan menggunakan sumber daya personal maupun material.
Diantara pengertian manajemen secara terminology adalah seperti yang diungkapkan Peter P. Schoderbek management is a procces of achieving organizational goals through other.[4] Manajemen adalah proses pencapaian tujuan organisasi melalui orang lain.
Sehingga manajemen dapat diartikan suatu proses sosial yang direncanakan untuk menjamin kerja sama, partisipasi dan keterlibatan sejumlah orang dalam mencapai sasaran dan tujuan tertentu yang ditetapkan secara efektif. Manajemen mengandung unsur bimbingan, pengarahan, dan pengarahan sekelompok orang terhadap pencapaian sasaran umum. Sebagai proses sosial, manajemen meletakkan fungsinya pada interaksi orang-orang, baik yang berada di bawah maupun bcrada di atas posisi operasional seseorang dalam suatu organisasi.[5]
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi manajemen adalah menempatkan orang pada posisinya yang tepat. Rasulullah SAW memberi contoh dalam hal ini sebagaimana menempatkan orang di tempatnya. Hal ini misalnya dapat dilihat bagaimana Abu Hurairah ditempatkan oleh Rasulullah SAW sebagai penulis hadits atau dapat dilihat bagaimana Rasulullah menempatkan orang-orang yang kuat setiap pekerjaan dan tugas sehingga posisinya benar-benar sesuai dengan keahliannya.
Dari pemikiran-pemikiran di atas dapat dipahami unsur-unsur yang terkandung dalam manajemen, adalah:
1)      Bahwa manajemen diperlukan untuk mencapai tujuan dan pelaksanaan.
2)      Manajemen merupakan sistem kerja sama yang kooperatif dan rational.
3)      Manajemen menekankan perlunya prinsip-prinsip efisiensi.
4)      Manajemen tidak dapat terlepas dan kepemimpinan atau pembimbing.
B.     Prinsip Manajemen
Pentingnya prinsip-prinsip dasar dalam praktik manajemen antara lain menentukan metode kerja, pemilihan pekerjaan dan pengembangan keahlian, pemilihan prosedur kerja, menentukan batas-batas tugas, mempersiapkan dan membuat spesifikasi tugas, melakukan pendidikan dan latihan, melakukan sistem dan besarnya imbalan itu dimaksudkan untuk meningkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas kerja.[6] Dalam kaitannya dengan prinsip dasar manajemen, Fayol mengemukakan sejumlah prinsip manajemen, yaitu :
a.       Pembagian kerja : Semakin seseorang menjadi spesialis, maka pekerjaannya juga semakin efisien.
b.      Otoritas : Manajer harus memberi perintah/tugas supaya orang lain dapat bekerja.
c.       Disiplin : Setiap anggota organisasi harus menghormati peraturan-peraturan dalam organisasi.
d.      Kesatuan perintah : Setiap anggota harus menerima perintah dari satu orang saja, agar tidak terjadi konflik perintah dan kekaburan otoritas.
e.       Kesatuan arah : Pengarahan pencapajan organisasi harus diberikan oleh satu orang berdasarkan satu rencana.
f.       Pengutamaan kepentingan umum/organisasi dari pada kepentingan pribadi.
g.      Pemberian kontra prestasi
h.      Sentralisasi/pemusatan : Manajer adalah penanggung jawab terakhir dari keputusan yang diambil.
i.        Hierarki Otoritas : wewenang dalam organisasi bergerak dari atas ke bawah.
j.        Teratur : Material dan manusia harus diletakkan pada waktu dan tempat yang serasi.
k.      Keadilan : Manajer harus adil dan akrab dengan bawahannya.
l.        Kestabilan staf : Perputaran karyawan yang terlalu tinggi menunjukkan tidak efisiennya fungsi organisasi.
m.    Inisiatif : Anggota harus diberi kebebasan untuk membuat dan. menjalankan rencana.
n.      Semangat kelompok : Peningkatan semangat kelompok akan menimbulkan rasa kesatuan.[7]

C.    Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Siagaan dalam Soebagio, fungsi manajemen adalah tugastugas tertentu yang harus dilaksanakan sendiri.[8]Para ahli manajemen mempunyai pendapat yang beraneka ragam tentang fungsi manajemen, yang paling awal adalah pendapat Fayol yaitu: planning, organizing, commanding, coordinating dan controlling. Gulich membagi fungsi manajemen menjadi 7 yang dikenal dengan POSDCOR (planning, organizing, staffing, directing, controlling, reporting dan budgeting). Sedangkan Terry menyatakan 4 fungsi manajemen POAC (planning, organizing, actuating dan controlling).[9] Pendapat di atas adalah sebagian dan sekian banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan terdapat perbedaan secara komposisi dan terminologinya, namun pada intinya mempunyai kesamaan.[10] Hal ini sebagaimana terilustrasi sebagai berikut :
Fayol
Gulisch
Terry
 Planning
Planning
Planning
Organizing
Organizing
Organizing
Commanding
Coordinating
Staffing
Directing
Actuating
Controlling
Coordinating
Reporting
Budgeting
Controlling
Ket = ( -------- ) menunjukkan lingkup kesamaan maksud dari setiap fungsi.
Beberapa kesamaan tersebut, dan pada umumnya digunakan pada lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia adalah perencanaan, pengorgani sasian, penggerakan dan pengawasan.

a.    Perencanaan (Planning) 
Perencanaan merupakan penentuan kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa depan. Aktivitas ini dilakukan untuk menentukan tindakan agar mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan dalam bahasa arab disebut niat, yaitu formulasi tindakan di masa mendatang yang diarahkan kepada tujuan yang akan dicapai oleh organisasi.[11]
Menurut P. Siagian dalam Marasudin, perencanaan adalah kemampuan untuk mengambil keputusan pada waktu sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang.[12] Perencanaan bisa diumpamakan jembatan penghubung antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang. Sedangkan menurut Sagala perencanaan adalah proses pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan- kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan.[13]
Dan uraian di atas perencanaan terkait dengan 3 hal yang harus ditetapkan, yaitu: 1) tujuan; 2) kegiatan; 3) sumber daya. Sebagaimana yang diungkapkan Nanang Fattah bahwa dalam perencanaan selalu terdapat 3 kegiatan, yaitu: 1) perumusan tujuan yang ingin dicapai; 2) pernilihan program untuk mencapai tujuan; 3) identifikasi dan pengerahan sumber yang selalu terbatas.[14]
b.   Pengorganisasian (Organizing)
Setelah perencanaan dilakukan secara matang, maka tindakan selanjutnya adalah pengorganisasian, kegiatan ini menjembatani antara kegiatan perencanaan dengan kegiatan penggerakan. Perencanaan hanya sebatas kerangka kegiatan tanpa adanya subyek dan wewenang yang jelas maka tujuan kegiatan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengorganisasian pada dasarnya pembagian tugas dan wewenang personil sesuai perencanaan yang telah ditetapkan.
Menurut Sagala pengorganisasian adalah keseluruhan proses untuk rnemilih orang-orang serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam organisasi.[15] Pembagian tugas dalam organisasi hendaknya dilakukan secara proporsional, yaitu membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub atau komponen-komponen organisasi.
Sedangkan menurut Abmad Rohani dan Abu Ahmadi pengorganisasian adalah kegiatan administratif untuk menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan kerja serta menentukan orang-orang yang diberi wewenang supaya diperoleh suatu keharmonisan usaha untuk mencapai tujuan bersama.[16]Bentuk penyusunan struktur dan pembagiankerja yang dilaksanakan selalu terpancang pada tujuan yang ingin dicapai. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi penggorganisasian mencakup 2 aspek (proses), yaitu :
1)        Pembagian kerja dan pembagian beban kerja kepada individu atau kelompok.
2)        Penentuan garis-garis komunikasi, kekuasaan dan wewenang.[17]
c.       Penggerakan (Actuiting )
Penggerakan merupakan aktualisasi dari perencanaan dan pengorganisasian secara konkrit. Perencanaan dan pengorganisasian tidak akan mencapai tujuan yang ditetapkan tanpa adanya aktualisasi dalam bentuk kegiatan. Perencanaan bagaikan garis start dan penggerakan adalah bergeraknya mobil menuju tujuan yang diinginkan berupa garis finish, garis finish tidak akan dicapai tanpa adanya gerak mobil.
Penggerakan menurut Terry dalam Sagala adalah perangsangan anggota-anggota kelompok agar melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan dengan kemampuan yang baik.[18] Tugas penggerakan dilakukan oleh pemimpin, menurut Nanang Fattah pemimpin pada dasarnya seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kemampuan umum untuk menggerakkan atau menggairahkan orang agar bertindak dinamakan motivasi.[19]
Menurut Tierauf dalam Sugandha motivasi adalah those inner drives that activate or move an individual to action (dorongan dari dalam yang mengaktifkan atau menggerakkan seseorang untuk bertindak).[20]Jadi, kepala pesantren sebagai seorang pemimpin instruksional, bertugas memberi motivasi bekerja kepada ustad dan pegawai pesantren agar bersedia dan senang melakukan segala aktivitas dengan sendirinya dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. [21]
d.        Kontrol/Evaluasi (Controlling)
Pengawasan merupakan pengontrol kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Pengawasan diterapkan dalam fungsi manajemen, agar pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan tidak melenceng dari perencanaannya, kalaupun ada penyimpangan-penyimpangan maka dilakukan perbaikan. 
Menurut Sagala pengawasan adalah kegiatan untuk mengetahuli realisasi pelaku personel dalam organisasi, dan apakah tingkat pencapaian tujuan sesuai dengan yang dikehendaki, serta hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan perbaikan.[22]Dalam kegiatan ini juga dilaporkan faktorfaktor pendukung dan penghambat kerja, sehingga memudahkan usaha perbaikan. Jadi, pengawasan ini dilihat dari segi input, proses, output bahkan outcomenya telah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau belum sesuai tujuan yang ditetapkan. 
Menurut Nanang Fattah pengawasan dilakukan melalui 3 tahap; a) menetapkan standar pelaksanaan b) pengukuran pelaksanaan dibanding kan dengan standar, dan c) menentukan kesenjangan antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.[23] Tapi di dalamnya belum terdapat tahapan terakhir pengawasan yaitu upaya perbaikan. Dengan demkian, dapat disimpulkan bahwa pengawasan dilaksanakan melalui 4 tahap, yaitu :
1.menetapkan standar-standar pelaksanaan pekerjaan sebagai dasar melakukan kontrol.
2.mengukur pelaksanaan pekerjaan dengan standar.
3.menentukan kesenjangan (deviasi) bila terjadi, antara pelaksanaan dengan standar.
4.melakukan tindakan-tindakan perbaikan jika terdapat kesenjangan (deviasi) agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana.
D.    Pengertian pondok pesantren dan santri
1.   Pengertian Pondok  Pesantren
Menurut Zamakhsyari Dhofier ”sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama  pondok. Istilah tersebut barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu.Disamping itu pondok berasal dari kata Arab funduk, artinya hotel atau asrama”.[24]
Pernyataan serupa juga terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia Modern, yang mengartikan pondok sebagai bangunan untuk tempat sementara, rumah.[25]Mengenai perkataan pesantren bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang berawalan pe dan akhiran an, berarti tempat tinggal para santri atau tempat belajar para santri menuntut ilmu.[26] Adapun penggabungan antara kata pondok dan pesantren, menurut Ziemik, adalah sesuai dengan sifat pesantren, yang didalamnya kedua komponen yaitu pendidikan keagamaan dan kehidupan yang bersama dalam suatu kelompok belajar, berdampingan secara berimbang.[27]
Dengan demikian, pengertian pondok pesantren berarti, pondok kemungkinan berasal dari bahasa Arab, funduk yang artinya rumah penginapan yaitu berupa perumahan sederhana dan merupakan asrama bagi para santri. Penyebutan pondok pesantren ini umumnya untuk lembaga pendidikan islam tradisonal yang terdapat di pulau jawa (khusunya Jawa tengah, Jawa Timur) dan Madura. Sedang untuk wilayah diluar pulau Jawa dan Madura, istilah yang dipergunakan ada beberapa macam, seperti surau di Sumatra Barat, meunasah, rangkang, dan dayah terdapat di Aceh.[28] Akan tetapi, penyebutan tersebut sudah banyak dipakai oleh nama lembaga pendidikan islam di luar Jawa, seperti pondok pesantren Tgk. H. Hasan di Aceh Besar, pondok pesantren Maslurah di langkat Sumatra Utara, serta pondok pesantren Al-Qurániyah di Sumatra Selatan.[29]
Suatu lembaga pendidikan Islam dikatakan pondok pesantren menurut Arifin setidaknya terdapat lima elemen yaitu : pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik, dan kyai.[30]Jumlah pesantren yang begitu banyak pada masa sekarang, memiliki aneka ragam bentuk, jenis dan spesifik. Hal tersebut sudah barang tentu sangat sulit untuk mendeskripsikan dari masing-masingnya.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang tidak ditemui pada lembaga pendidikan umum (modern), sehingga kemudian ada istilah bahwa pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional.
Tumbuhnya pondok pesantren hanyalah berfungsi sebagai alat islamisasi, yang sekaligus memadukan unsur pendidikan, yaitu :
1.      Ibadah untuk  menanamkan iman,
2.      Tablig untuk menyebarkan ilmu dan amal, dan
3.      Untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatn dalam kehidupan sehari-hari.[31]
2.   Pengertian santri
Adapun mengenai pengertian santri dalam kamus bahasa indonesia modern yaitu orang yang mendalami agama islam.[32] Sedangkan menurut pendapat Prof. Jhon, yang dikutip oleh Abdul Munir Mulkan:
Bahwa kata santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti ustad mengaji. Sedang C.C. Berg berpendapat kata santri barasal dari bahasa india shastri yang artinya orang yang tahu buku-buku suci. Berbeda lagi dengan Robson yang mengatakan kata santri berasal dari bahasa Tamil sattiri yang artinya orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum.[33]
Menurut Ali Anwar dalam pemakaian bahasa modern, santri memiliki antri sempit dan arti luas. Dalam arti sempit santri adalah seorang pelajar pesantren agama, sedangkan santri dalam arti luas dan umum menurut Clifford Geertz sebagaimana dikutip Ali Anwar santri mengacu pada seorang anggota penduduk Jawa yang menganut agama islam dengan sungguh-sungguh, rajin shalat, pergi ke masjid dan sebagainya.[34]
Menurut Nurcholis Madjid sebagaimana dikutip Ali Anwar, ada dua pendapat yang dipakai untuk mengetahui asal-usul perkataan santri. Pendapat pertama santri berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti melek huruf. Pendapat kedua menyatakan kata santri berasal dari bahasa Jawa cantrik yang artinya seseorang yang mengabdi kepada ustad.[35] Jadi dapat disimpulkan bahwa santri adalah seseorang yang mendalami ilmu agama yang bertempat tinggal dilingkungan pondok pesantren.
3.   Tipologi pondok pesantren
a.       Tipe pondok pesantren
Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, menurut Bahri Ghozali meliputi:
a)      Pondok Pesantren Tradisional
Yaitu pondok pesantren yang masih mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab....dengan menggunakan bahasa Arab dan menerapkan sistem halaqah yang dilaksanakan di masjid atau surau.Adapun kurikulumnya tergantung pada kyai pengasuh pondok.
b)      Pondok Pesantren Modern
Pondok pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik dan meninggalkan sistem belajar tradisional.Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum pesantren atau madrasah yang berlaku secara nasional.
c)      Pondok Pesantren Komprehensif
Pondok pesantren ini disebut komprehensif karena merupakan sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara yang tradisonal dan yang modern.Artinya di dalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode tradisional, namun secara reguler sistem perpesantrenan terus dikembangkan.[36]
Ketiga tipe pondok pesantren di atas memberikan gambaran bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan pesantren.
b.      Sistem Pendidikan  dan Pengajaran di Pondok Pesantren
Sebelummembahas tentang sistem pendidikan di pondok pesantren, terlebih dahulu akan disinggung mengenai sejarah pendidikan di pondok pesantren. Sejarah pendidikan di pondok pesantren, tidak bisa lepas dari sejarah masuknya Islam di Indonesia, karena dari sinilah awal keberadaan pondok pesantren.
Adapun sistem pendidikan dan pengajaran yang berlangsung di pondok pesantren sekarang, penulis membaginya menjadi dua sistem, yaitu :
1)      Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang bersifat Tradisonal
Penyebutan istilah tradisonal adalah untuk membedakan dengan sistem modern.Sistem tradisonal menurut Arifin adalah pola pengajran yang sangat sederhana dan sejak semula timbul dari pesantren hingga sekarang.Pesantren yang masih menyelenggarakan sistem ini sering disebut dengan istilah pesantren salaf (kuat memegang tradisi), dan sampai saat ini tetap bertahan di desa-desa dengan mengandalkan kekarismaan kyainya.[37] Sistem tersebut meliputi :
a)      Sorogan
Sistem pengajaran dengan pola soroganmenurut Ghozali dilaksanakan dengan jalan santri yang biasanya pandai menyorongkan sebuah kitab pada kyai untuk dibaca dihadapan kyai itu.Dan kalau ada salahnya kesalahan itu langsung dihadapi oleh kyai.[38]Menurut Dhofir sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang santri yang bercita-cita menjadi seorang alim.Dengan sistem ini juga seorang ustad memungkinkan untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan sorang santri.[39]
b)      Wetonan
Menurut Ghozali sistem pengajaran dengan jalan wetonan dilaksanakan dengan jalan kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri dengan membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Dalam sitem ini tidak ada absebsi, artinya santri boleh datang boleh tidak, juga tidak ada ujian.[40]
c)      Bandongan
Sebagaimana yang di kemukakan oleh Dhofir.
Dalam sistem ini sekelompok santri (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang ustad yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam Arab.Setiap santri memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.[41]
d)     Muhawarah / Muhadatsa
Metode muhawarah adalah merupakan latihan bercakap-cakap dengan bahasa Arab yang diwajibkan oleh pondok pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok pesantren. Sitem muhawarah atau muhadasah ini menurut Arifin kemudian digabungkan dengan latihan muhadlarah atau khitabah yang bertujuan melatih anak didik berpidato.[42]
e)      Mudzakarah
Sitem mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara apesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada umumnya.[43]
f)       Majlis Ta’lim
Majlis ta’lim adalah suatu media penyampaian ajaran Islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri dari berbagai lapaisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bbermcam-macam dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia maupun perbedaan kelamin. Sistem ini hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja.[44]

Kesemua sistem pendidikan dan pengajaran di atas adalah untuk mempelajari kitab-kitab klasik karangan ulama Timur Tengah abad pertengahan (sekitar 12-15 M), yang kemudian terkenal dengan sebutan kitab kuning.Penyebutan tersebut menurut Martin Van Bruinessen disebabkan karena kertas bukunya yang berwarna kuning.[45]
2)   Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang bersifat Modern
Didalam perkembangannya pondok pesantren tidaklah semata-mata tumbuh atas pola lama yang bersifat tradisional dengan pola di atas, melainkan melakukan inovasi dalam pengembangan sistem. Disamping pola tradisional yang termasuk ciri pondok salafiyah,  maka gerakan khalafiyah telah memasuki derap perkembangan pondok pesantren.
Menurut M. Bahri Ghazali ada tiga sistem yang diterapkan, yaitu:
Sistem Klasikal, Sistem klasikal ini adalah dengan pendirian pesantren-pesantren.... dan didalamnya terjadi integrasi sistem pendidikan...antara ilmu agama dan umum. Dan kurikulum yang dipakai disamping dari kyai juga kurikulum dari departemen Agama maupun Diknas.Sitem kursus, pola pengajaran yangditempuh melalui kursus-kursus (takhassus) ini ditekankan pada pengembangan ketrampilan berbahasa Inggris dan ketrampilan tangan seperti menjahit, mengetik dan lain-lain.Sistem pelatihan, pola pelatihan yamg dikembangkan adalah menumbuhkan kemampuan praktis seperti: pelatihan pertukangan, perkebunan, perikanan dan lain-lain.[46]

E.     Ruang Lingkup Manajemen Santri
Ada tiga tugas utama dalam menajemen santri, yaitu penerimaan santri baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin. Berdasarkan tiga tugas tersebut, ruang lingkup manajemen santri diantaranya:
1.      Perencanaan Santri
Perencanaan santri ini merupakan aktivitas yang sangat penting dalam manajemen santri, karena dalam kegiatan perencanaan akan diperoleh suatu kebijakan yang berkaitan dengan strategi penerimaan santri baru. Mencakup sensus pesantren dan penentuan  jumlah santri yang diterima. Perolehan pendataan tersebut akan dapat ditetapkan: jumlah dan lokasi pesantren, batas daerah penerimaan santri suatu pesantren, jumlah fasilitas transportasi, layanan program pendidikan, fasilitas pendidikan bagi anak-anak penderita cacat.dari penjelasan di atas seringkali di terapkan dalam manajemen pesantren yang lokasi dekat dengan lembaga pendidikan formal (umum) seperti sekolah dan kampus yang mana siswa yang tempat tingal terlalu jauh dari sekolah atau tempat perkuliahan mereka memanfaatkan pesantren kecil-kecil yang dekat dengan tempat pendidikanya. Dan bagi pesantren sekeliling tempat pendidikan tersebut jauh hari selalu menyiapkan penerimaan dimana jika penerimaan siswa atau mahasiswa baru di setiap tahunya.akan tetapi untuk menjawab laju pertumbuhan penduduk (khususnya anak-anak usia pesantren di daerah sekitar pesantren) pesantren tidak terlalu menyiapkan perencanaan yang terlalu ketat akan tetapi lebih terbuka dalam perencanaan sesuai situasi sekitar[47]
2.      Penerimaan Santri Baru
Kegiatan penerimaan santri baru (PSB) dikelola oleh panitia PSB. Kegiatan ini dilakukan agar kegiatan belajar mengajar sudah dapat dimulai di hari pertama setiap tahun ajaran baru yang sering di temui disekitar kita pesantren yang menyipkan diri untuk menampung siswa atau mahasiswa di lingkungan akademik. Adapun langkah-langkah penerimaan santri baru menurut Ismed Syarief:
a.       Membentuk panitia penerimaan santri
b.      Menentukan syarat pendaftaran
c.       Menyediakan formulir pendaftaran
d.      Pengumuman pendaftaran.
e.       Menyediakan buku pendaftaran.
f.       Menentukan waktu pendaftaran,
g.      Penentuan calon yang diterima
h.      Pendaftaran ulang
i.        Orientasi pengenalan pesantren.[48]
3.      Pengelompokkan Santri
Pengelompokkan ini dilakukan agar proses belajar mengajar di pesantren bisa berjalan lancer, tertib, dan tercapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah diprogramkan. Ada beberapa jenis pengelompokkan santri, diantaranya adalah:
a.       Pengelompokkan dalam kelas-kelas
Agar proses belajar mengajar berjalan dengan baik, santri yang berjumlah besar perlu dibagi menjadi kelompok kelas.
b.      Pengelompokkan berdasarkan kemampuan
Pengelompokkan ini didasarkan pada kemampuan santri pada penguasaan pelajaran yang telah di tentukan yang mana pengelompokan ini jika dilihat pada pesantren atau diniah sekitar menerapkan kelas-kelas tertentu yang sesuai dengan tingkatan baik dari tingkatan ibtidaiyah tsanawiyah dan aliyah yang mana pada pada suatu tingkatan di kelompokan dalam tingkatan kelas-kelas yang menjadi identitas tingkatan pengetahuan..[49]
4.      Disiplin Santri
Pembinaan disiplin santri mempunyai nilai yang strategis, sebagai salah satu faktor penentu sumberdaya manusia masa depan, sasarannya adalah anak usia 6-18 tahun dan tidak menyampingkan usia yang diatasnya, suatu tingkat perkembangan usia anak dimana secara psiskis dan fisik anak sedang mengalami pertumbuhan, suatu periode usia yang ditandai dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil, agresifitas yang tinggi dan mudah dipengaruhi lingkungan.[50]Guna untuk mengantisipasi kompleksitas permasalahan tersebut diperlukan pembinaan anak usia pesantren dengan professional yang didalamnya mengandung banyak nilai, yaitu:
a.       Peningkatan mutu gizi
b.      Perilaku kehdupan beragama dan perilaku terpuji
c.       Penanaman rasa cinta tanah air
d.      Disiplin dan kemandirian
e.       Peningkatan daya cipta, daya analisis, prakarsa dan daya kreasi
f.       Penumbuhan kesadaran akan hidup bermasyarakat
g.      Penelusuran bakat dan minat santri.
h.      Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.[51]
Kemudian dalam rangka membina santri secara komprehensif pihak pesantren mesti memberikan layanan khusus yang menunjang manajemen santri. Layanan tersebut antara lain: layanan bimbingan dan konseling, layanan perpustakaan, layanan kantin, layanan kesehatan, layanan transportasi pesantren, dan layanan asrama.[52]
5.      Kegiatan Ektrakulikuler
Kata ektrakurikuler seringkali digunakan dalam bahasa lembaga pendidikan akan tetapi Kegiatan ektrakulikuler dalam kegiatan santri merupakan kegiatan santri yang diselenggarakan di luar kegiatan belajar santri biasa. Tujuannya agar santri dapat memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan, mendorong pembinaan nilai dan sikap denim mengembangkan minat dan bakat santri. Kegiatan ini secara tidak langsung juga memberikan dudukungan terhadap pembelajaran di kelas dan memberikan tambahan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan santri.dalam kegiatan penunjang santri di era klasik seringkali bias kita temui kegiatan-kegiatan yang tujuan kegiatan tersebut untuk mengabdi di pesantren dan disiapkan untuk terjun di masayarakat kelak kegiatan tersebut meliputi pertanian, peternakan dan kegiatan lainnya. Akan tetapi seiring dengan perkembangan pesantren saai ini kegiatan tambahan yang di miliki santri sangat inovatif seperti kegiatan olahraga, bela diri dan pemahaman bahasa asing[53]
6.      Organisasi Intra santri
Organisasi tersebut dibina oleh kepala pesantren yaitu kiyai bersama ustad sehingga semua kegiatan struktur organisasi, tugas dan kewajiban dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. organisasi berfungsi sebagai wadah untuk pembinaan pemuda dan budaya, pembinaan stabilitas dan ketahanan nasional, pembentukan watak dan kepribadian dalam integrasi pesantren, pencegahan pembinaan santri yang kurang dapat dipertanggung jawabkan, pembinaan aktivitas intra pesantren yang berorientasi pada kegiatan yang bersifat edukatif, serta pemberian kesempatan seluas-luasnya bagi pengembangan potensi santri.
Adapun tujuan organisasi yaitu mempersiapkan santri menjadi warga Negara yang memiliki jiwa Pancasila, berkepribadian luhur, moral dan mental yang tinggi, berkecakapan, serta memiliki pengetahuan siap untuk diamalkan; mempersiapkan santri agar menjadi warga Negara yang mengabdi pada Tuhan Yang Maha Esa, tanah air dan bangsanya; menggalang persatuan dan kesatuan yang kokoh dan akrab; menghindarkan santri dari pengaruh-pengaruh yang tidak sehat dan mencegah santri dijadikan sasaran perbuatan pengaruh serta kepentingan suatu golongan dan usaha peningkatan ketahanan pesantren.
Dalam organisasi ini bias disebut sebagai pengurus santri yang mana di ambil dari santri-santri yang telah lama menempuh ilmu di pesantren tersebut dan juga bias di ambilkan dari santri yang mempunyai kepemimpinan dan siap untuk dijadikan pengurus tersebut tugas pokok dari pengurus tersebut adalah untuk membantu dari kiyai dan ustad menjaga stabilitas proses pengajaran di dalam pesantren[54]
7.      Evaluasi Kegiatan santri
Langkah-langkah dalam mengevaluasi kegiatan santri, antara lain:
a.       Penentuan standar. Maksudnya, membuat patokan atau target mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan. Standar yang telah ditentukan, harus dibuat dan dikomunikasikan kepada semua yang terlibat dalam kegiatan tersebut, agar mereka dapat mengetahui target-target yang akan dicapai sebagai contoh dari standar tersebut seperti santri kelas satu ibtidaiyah bias dinaikan kekelas yang lebih tingi jika sudah menguasai kitab-kitab yang telah di tentukan.
b.      Mengadakan pengukuran. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu kegiatan telah dilakukan hal itu biasanya bisa ditemukan dalam ujian yang dilakukan  oleh pengajar diniyah setelah erbagai proses pengajaran dilaksanakan.
c.       Mengadakan perbaikan. Perbaikan dilakukan untuk mengetahui ketercapaian standar yang telah ditentukan, terutama perbaikan terhadap penyebab tidak terpenuhinya target standar yang dikarenakan berbagai hal seperti ketidak hadiran santri ketika ujian dan dari pengajar mengadakan ujian susualan atau perbaikan dari ujian yang belum maksimal.[55]
8.      Perpindahan Santri
perpindahan santri dari pesantren satu ke pesantren yang lainnya atau sebaliknya akan tetapi perpindahan tersebut langsung menghadap ke pengurus pesantren atau ke kiyai langsung. Terkain dengan perpindahan santri dari pesantren satu ke yang lain prosedur tidak sesuai dengan yang di terapkan pada lembaga pendidikan formal yang mengurus surat-surat tertentu akan tetapi hanya mengadap ke pengrus atau ke kiyai jika dari pesantren lain yang ingin belajar ke pesantren yang bersangkutan dan biyasanya terkait dengan kelas penentuanya menggunakan tes penempatanya sesuai standar yang telah didapat dari tes tersebut,
9.      Kenaikan Kelas
Kenaikan kelas diatur dalam peraturan pesantren yang didasarkan pada kebijakan yang ada di pesantren. Seringkali dalam pelaksanaannya muncul masalah-masalah yang perlu diselesaikan secara bijak. Untuk meminimalisir masalah tersebut, data-data tentang hasil evaluasi  pembelajaran santri harus lengkap dan obyektif, mendayagunakan fungsi  dan peranan bimbingan dan penyuluhan, dan para ustad bersikap hati-hati dan obyektif dalam memberikan penilaian hasil belajar santri.[56]
10.  Kelulusan dan Alumni
Setelah seorang santri selesai mengikuti seluruh program pendidikan di pesantren pada suatu tingkatan, dan berhasil lulus dalam ujian yang di laksanakan oleh pesantren, maka santri diberikan ijazah atau berupa symbol-simbol tertentu yang menyatakan santri tersebut telah selesai menyelesaikan berbagai tahap pendidikan di pesantren.akan tetapi yang berkaitan dengan sistem ujian yang dilakukan oleh pesantren dalam kelulusan tersebut sangatlah berfariasi dari pesantren satu dengan yang lain. di beberapa pesantren bisa ditemukan santri dinyatakan lulus selain mengikuti semua tahapan pembelajaran di pesantren juga di tuntut untuk mengabdi menjadi pengajar dalam waktu yang telah di tentukan. Dan ada juga dalam proses ujian kelulusan tersebut santri di suruh untuk membuat suatu karya keilmuan agama yang mana karya tersebut bisa di manfaatkan orang banyak. dan ada juga yang mengadakan ujian seperti ujian pada umumnya dan dinyatakan lulus dengan diberikan simbol-simbol tertentu dan santri tersebut dinyatakan sebagai alumni dari pondok pesantren tertentu [57]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pesantren merupakan suatu tempat atau lembaga pendidikan islam yang berbeda dari lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya yang mana didalamnya terdapat elemen- elemen yang mengacu pada tujuan keilmuan keagamaan dan didalam pesantren terdapat tempat tinggal bagi santri yang pada umunya seperti asrama dan diisi oleh beberapa santri yang menuntut ilmu didalam pesantren tersebut. Dan dalam pesantren selain mengajarkan ilmu keagamaan yang mengacu pada kitap-kitap kuning pada saat ini pondok pesantren sudah mengalami pergeseran selain mengajarkan ilmu keagamaan yang mendalam di berbagai pesantren di nusantara juga mengajarkan ilmu-ilmu umm seperti bahasa asing.
            Dalam pengelolaan pesantren atau diniyah seperti yang diharapkan peran manajemen sangatlah penting guna melaksanakan setrategi-setrategi dalam pengembangan pesantren atau diniyah tersebut yang mengacu empat pilar manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan evaluasi yang mana empat pilat tersebut di gunakan sebelum melaksanakan tahapan atau ruang lingkup dalam manajemen santri di pondok pesantren atau diniyah yang meliputi perencanaan, penerimaan santri, pengelompokan, disiplin santri, ektrakulrikuler, organisasi intra santri,evaluasi, perpindahan santri dan kelulsan









DAFTAR PUSTAKA

  Abdul Munir Mulkan, Menggagas Pesantren Masa Depan . Yogyakarta: Qirtas, 2003.
  Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah, cet.I, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
  Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri . Kediri: IAIT Perss 2008.
  Dann Suganha, Kepemimpinan di Dalam Administrasi, Bandung: Sinar Baru, 1986.
  Dar Yanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern. Surabaya: Apollo,1994.
  E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, cet. III dan IV, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003.
  Haidar Putra Daulay, Historistis dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah .Yogyakarta: PT. Tiara Wacana  Yogya, 2001.
  Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai. Malang: Kalimasahada Press, 1993.
  Iwa Sukiswa, Dasar-Dasar Umum Manajemen Pendidikan, Bandung: Tarsito, 1986.
  J. Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992.
  John Adair, Effective Leadership; A Self-Development Manual, Penerjemah Andre Asparyasogi,  Menjadi Pemimpin Efektif, cet. IV, Jakarta: PT Gramedia, 1994.
  John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXIII, Jakarta : PT Gramedia, 1996.
  Kadarmansi dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
  M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti, 2002.
  Manfred Ziemik, Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantrn dan   Masyarakat (P3M), 1986.
  Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, cet. X, Jakarta: G.ia Indonesia, 1983.
  Marasudin Siregar, "Pengelolaan Pengajaran; suatu Dinamika Profesi Keguruan", dalam Chabib Thoha (eds), PBM-PAI di Sekolah; Eksistensi Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, cet. I .Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
  Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat .Bandung: Mizan, 1999.
  Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
  Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, cet.III,Bandung: RemajaRosda Karya, 2000.
  Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.
  Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, cet. VII,(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995.
 Peter P. Schoderbek, Management, Florida: Harcourt Brace Jovanovich Inc., 1988.
 Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya, 2000.
 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: CV. Alfabet, 2000.
 -----------------, Konsep dan Makna Pemeblajaran; untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, Bandung: CV. Alfabet, 2004.
  Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai Jakarta: LP3ES, 2011.



[1] John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXIII, (Jakarta : PT Gramedia, 1996), 372
[2] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, cet. III dan IV, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), 19
[3] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, cet. VII, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995), 7
[4]  Peter P. Schoderbek, Management, (Florida: Harcourt Brace Jovanovich Inc., 1988), 8
[5] Soegabio Admodiwiro, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Arda Dizya Jaya, 2000),5
[6]  Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000),12
[7] Kadarmansi dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992),32.
[8] Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Ardadizya Jaya, 2000), 13.
[9] Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, cet. X, (Jakarta: G.ia Indonesia, 1983), 19
[10]Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, cet.III,(Bandung: RemajaRosda Karya, 2000), 13
[11] Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001),137
[12] Marasudin Siregar, "Pengelolaan Pengajaran; suatu Dinamika Profesi Keguruan", dalam Chabib Thoha (eds), PBM-PAI di Sekolah; Eksistensi Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 187
[13] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pemeblajaran; untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: CV. Alfabet, 2004),141
[14] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan ,49
[15] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: CV. Alfabet, 2000), 49
[16] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah, cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),16.
[17] Iwa Sukiswa, Dasar-Dasar Umum Manajemen Pendidikan, (Bandung: Tarsito, 1986),30
[18]  Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, 52.
[19] John Adair, Effective Leadership; A Self-Development Manual, Penerjemah Andre Asparyasogi,     Menjadi Pemimpin Efektif, cet. IV, (Jakarta: PT Gramedia, 1994),177
[20] Dann Suganha, Kepemimpinan di Dalam Administrasi, (Bandung: Sinar Baru, 1986), 41
[21] J. Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992),50
[22]  Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, 59
[23] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan 101.
[24]  Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 2011), 41.
[25]  Dar Yanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern (Surabaya: Apollo,1994), 163.
[26]  Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri (Kediri: IAIT Perss 2008), 22.
[27]  Manfred Ziemik, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantrn dan   Masyarakat (P3M), 1986), 116.
[28]  Haidar Putra Daulay, Historistis dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana  Yogya, 2001), 26.
[29]  Ibid., 24.
[30]  Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai (Malang: Kalimasahada Press, 1993), 5.
[31]  Arifin, Kepemimpina Kyai, 17.
[32]  Dar Yanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern, 182.
[33]  Abdul Munir Mulkan, Menggagas Pesantren Masa Depan  (Yogyakarta: Qirtas, 2003), 89.
[34]  Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri (Kediri: IAIT Perss 2008), 22-23.
[35]  ibid, 23.
[36]   M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: CV. Prasasti, 2002), 14-15.
[37]  Arifin, Kepemimpinan, 21.
[38]  M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, 29.
[39]  Dhofier, Tradisi, 29.
[40]  Ghazali, Pesantren Berwawasan LingkungaIn, 22.
[41]  Dhofier, Tradisi, 28.
[42]  Arifin, Kepemimpinan, 39.
[43]  Ibid.41
[44]  Ibid.44
[45]  Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1999), 132.
[46]  Ghazali, Pesantren, 30-32.
[47] Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep, 104
[48] Ibid.106.
[49] Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep, 107
[50] Mohamad Mustari, Manajemen Pendidikan,114.
[51] Mohamad Mustari, Manajemen Pendidikan,114.
[52] Ibid. 115.
[53] Ibid,.
[54] Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep, 111.
[55] Ibid., 112.
[56] sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep, 113.
[57]  Ibid,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar