BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Seluruh program lembaga pendidikan Islam
baik pesantren, madrasah maupun pesantren bermuara kepada pengembangan diri
pelajar, baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Program yang dilaksanakan
biasanya berkaitan dengan program kurikuler dan ekstra kurikuler. Program
kurikuler berada dalam spektrum pelaksanaan manajemen kurikulum/pengajaran,
sedangkan format manajemen santri berisikan proses penerimaan, penempatan santri
baru, dan pembinaan santri.
Faktor santri sebagai salah satu
masukan/input, yang akan dikembangkan melalui proses
pembelajaran/pembinaan adalah sub sistem lembaga pendidikan Islam yang sangat
menetukan kualitas keluaran/lulusan. Artinya proses seleksi untuk masuk,
penempatan ke dalam kelas, program pembelajaran dan pelaksanaannya, serta
pembinaan santri sampai menjadi lulusan berkualitas merupakan rangkaian
manajemen yang di rancang sedemikian rupa oleh pimpinan, staf, ustad, karyawan,
majelis/komite pesantren dan pihak terkait lainnya (stakeholders) setiap
lembaga pendidikan Islam harus dilaksanakan dengan manajemen yang baik.
B. Rumusan masalah
Dalam makalah ini akan membahas
hal–hal yang berkaitan dengan manajemen santri pada madrasah diniah dan pondok
pesantren dan focus pada topic sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengertian manajemen?
2.
Bagaimana pengertian santri?
3.
Apa saja ruang lingkup dalam manajemen
santri?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Manajemen
Manajemen secara etimologi berasal dari
Bahasa Inggris yaitu dari kata kerja to manage yang artinya menustads,
mengatur, menggerakkan dan mengelola.[1]Dengan
demikian manajemen secara bahasa adalah penustadsan, pengaturan, penggerakan
dan pengelolaan. Secara terminology manajemen sering disandingkan dengan
administrasi, sehingga muncul 3 pandangan yang berbeda : 1) memandang
administrasi lebih luas dari pada manajemen; 2) mengartikan manajemen lebih
luas dari pada administrasi; 3) menganggap manajemen sama dengan administrasi.[2]
Dalam penulisan selanjutnya istilah manajemen sama dengan administrasi, karena
keduanya mempunyai fungsi yang sama. Menurut Terry sebagaimana
dikutip Ngalim Purwanto management is a district proses consisting of
planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and
accomplish stated objectives by the use of human being and other resources.[3]
Manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari perencanaan,
perorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukandan
mencapai tujuan yang ditetapkan dengan menggunakan sumber daya personal maupun
material.
Diantara pengertian manajemen secara
terminology adalah seperti yang diungkapkan Peter P. Schoderbek management
is a procces of achieving organizational goals through other.[4]
Manajemen adalah proses pencapaian tujuan organisasi melalui orang lain.
Sehingga manajemen dapat diartikan suatu
proses sosial yang direncanakan untuk menjamin kerja sama, partisipasi dan
keterlibatan sejumlah orang dalam mencapai sasaran dan tujuan tertentu yang
ditetapkan secara efektif. Manajemen mengandung unsur bimbingan, pengarahan,
dan pengarahan sekelompok orang terhadap pencapaian sasaran umum. Sebagai
proses sosial, manajemen meletakkan fungsinya pada interaksi orang-orang, baik
yang berada di bawah maupun bcrada di atas posisi operasional seseorang dalam
suatu organisasi.[5]
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu
fungsi manajemen adalah menempatkan orang pada posisinya yang tepat. Rasulullah
SAW memberi contoh dalam hal ini sebagaimana menempatkan orang di tempatnya.
Hal ini misalnya dapat dilihat bagaimana Abu Hurairah ditempatkan oleh
Rasulullah SAW sebagai penulis hadits atau dapat dilihat bagaimana Rasulullah
menempatkan orang-orang yang kuat setiap pekerjaan dan tugas sehingga posisinya
benar-benar sesuai dengan keahliannya.
Dari pemikiran-pemikiran di atas dapat
dipahami unsur-unsur yang terkandung dalam manajemen, adalah:
1)
Bahwa manajemen diperlukan untuk
mencapai tujuan dan pelaksanaan.
2)
Manajemen merupakan sistem kerja sama
yang kooperatif dan rational.
3)
Manajemen menekankan perlunya
prinsip-prinsip efisiensi.
4)
Manajemen tidak dapat terlepas dan
kepemimpinan atau pembimbing.
B. Prinsip
Manajemen
Pentingnya prinsip-prinsip dasar dalam
praktik manajemen antara lain menentukan metode kerja, pemilihan pekerjaan dan
pengembangan keahlian, pemilihan prosedur kerja, menentukan batas-batas tugas,
mempersiapkan dan membuat spesifikasi tugas, melakukan pendidikan dan latihan,
melakukan sistem dan besarnya imbalan itu dimaksudkan untuk meningkat
efektivitas, efisiensi, dan produktivitas kerja.[6] Dalam kaitannya dengan prinsip
dasar manajemen, Fayol mengemukakan sejumlah prinsip manajemen, yaitu :
a.
Pembagian kerja : Semakin seseorang
menjadi spesialis, maka pekerjaannya juga semakin efisien.
b.
Otoritas : Manajer harus memberi
perintah/tugas supaya orang lain dapat bekerja.
c.
Disiplin : Setiap anggota organisasi
harus menghormati peraturan-peraturan dalam organisasi.
d.
Kesatuan perintah : Setiap anggota harus
menerima perintah dari satu orang saja, agar tidak terjadi konflik perintah dan
kekaburan otoritas.
e.
Kesatuan arah : Pengarahan pencapajan
organisasi harus diberikan oleh satu orang berdasarkan satu rencana.
f.
Pengutamaan kepentingan umum/organisasi
dari pada kepentingan pribadi.
g.
Pemberian kontra prestasi
h.
Sentralisasi/pemusatan : Manajer adalah
penanggung jawab terakhir dari keputusan yang diambil.
i.
Hierarki Otoritas : wewenang dalam
organisasi bergerak dari atas ke bawah.
j.
Teratur : Material dan manusia harus
diletakkan pada waktu dan tempat yang serasi.
k.
Keadilan : Manajer harus adil dan akrab
dengan bawahannya.
l.
Kestabilan staf : Perputaran karyawan
yang terlalu tinggi menunjukkan tidak efisiennya fungsi organisasi.
m.
Inisiatif : Anggota harus diberi
kebebasan untuk membuat dan. menjalankan rencana.
C.
Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Siagaan dalam Soebagio, fungsi
manajemen adalah tugastugas tertentu yang harus dilaksanakan sendiri.[8]Para
ahli manajemen mempunyai pendapat yang beraneka ragam tentang fungsi manajemen,
yang paling awal adalah pendapat Fayol yaitu: planning, organizing,
commanding, coordinating dan controlling. Gulich membagi fungsi manajemen
menjadi 7 yang dikenal dengan POSDCOR (planning, organizing, staffing,
directing, controlling, reporting dan budgeting). Sedangkan Terry
menyatakan 4 fungsi manajemen POAC (planning, organizing, actuating dan
controlling).[9] Pendapat
di atas adalah sebagian dan sekian banyak pendapat yang dikemukakan oleh para
ahli. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan terdapat perbedaan secara
komposisi dan terminologinya, namun pada intinya mempunyai kesamaan.[10] Hal
ini sebagaimana terilustrasi sebagai berikut :
|
Fayol
|
Gulisch
|
Terry
|
|
Planning
|
Planning
|
Planning
|
|
Organizing
|
Organizing
|
Organizing
|
|
Commanding
Coordinating
|
Staffing
Directing
|
Actuating
|
|
Controlling
|
Coordinating
Reporting
Budgeting
|
Controlling
|
Ket
= ( -------- ) menunjukkan lingkup kesamaan maksud dari setiap fungsi.
Beberapa kesamaan tersebut, dan pada
umumnya digunakan pada lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia adalah
perencanaan, pengorgani sasian, penggerakan dan pengawasan.
a. Perencanaan
(Planning)
Perencanaan
merupakan penentuan kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa depan. Aktivitas
ini dilakukan untuk menentukan tindakan agar mencapai hasil yang diinginkan.
Perencanaan dalam bahasa arab disebut niat, yaitu formulasi tindakan di
masa mendatang yang diarahkan kepada tujuan yang akan dicapai oleh organisasi.[11]
Menurut
P. Siagian dalam Marasudin, perencanaan adalah kemampuan untuk mengambil
keputusan pada waktu sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang
akan datang.[12] Perencanaan
bisa diumpamakan jembatan penghubung antara keadaan sekarang dengan keadaan
yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang. Sedangkan menurut Sagala
perencanaan adalah proses pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang
diharapkan dapat menunjang kegiatan- kegiatan dan upaya-upaya yang akan
dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan.[13]
Dan
uraian di atas perencanaan terkait dengan 3 hal yang harus ditetapkan, yaitu:
1) tujuan; 2) kegiatan; 3) sumber daya. Sebagaimana yang diungkapkan Nanang Fattah
bahwa dalam perencanaan selalu terdapat 3 kegiatan, yaitu: 1) perumusan tujuan
yang ingin dicapai; 2) pernilihan program untuk mencapai tujuan; 3)
identifikasi dan pengerahan sumber yang selalu terbatas.[14]
b. Pengorganisasian
(Organizing)
Setelah
perencanaan dilakukan secara matang, maka tindakan selanjutnya adalah
pengorganisasian, kegiatan ini menjembatani antara kegiatan perencanaan dengan
kegiatan penggerakan. Perencanaan hanya sebatas kerangka kegiatan tanpa adanya
subyek dan wewenang yang jelas maka tujuan kegiatan tercapai sesuai dengan yang
diharapkan. Pengorganisasian pada dasarnya pembagian tugas dan wewenang
personil sesuai perencanaan yang telah ditetapkan.
Menurut
Sagala pengorganisasian adalah keseluruhan proses untuk rnemilih orang-orang
serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu
dalam organisasi.[15]
Pembagian tugas dalam organisasi hendaknya dilakukan secara proporsional, yaitu
membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub atau
komponen-komponen organisasi.
Sedangkan
menurut Abmad Rohani dan Abu Ahmadi pengorganisasian adalah kegiatan
administratif untuk menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan kerja
serta menentukan orang-orang yang diberi wewenang supaya diperoleh suatu
keharmonisan usaha untuk mencapai tujuan bersama.[16]Bentuk
penyusunan struktur dan pembagiankerja yang dilaksanakan selalu terpancang pada
tujuan yang ingin dicapai. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
penggorganisasian mencakup 2 aspek (proses), yaitu :
1)
Pembagian kerja dan pembagian beban
kerja kepada individu atau kelompok.
c. Penggerakan
(Actuiting )
Penggerakan
merupakan aktualisasi dari perencanaan dan pengorganisasian secara konkrit.
Perencanaan dan pengorganisasian tidak akan mencapai tujuan yang ditetapkan
tanpa adanya aktualisasi dalam bentuk kegiatan. Perencanaan bagaikan garis
start dan penggerakan adalah bergeraknya mobil menuju tujuan yang diinginkan
berupa garis finish, garis finish tidak akan dicapai tanpa adanya gerak mobil.
Penggerakan
menurut Terry dalam Sagala adalah perangsangan anggota-anggota kelompok agar
melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan dengan kemampuan yang baik.[18] Tugas
penggerakan dilakukan oleh pemimpin, menurut Nanang Fattah pemimpin pada
dasarnya seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kemampuan umum untuk
menggerakkan atau menggairahkan orang agar bertindak dinamakan motivasi.[19]
Menurut
Tierauf dalam Sugandha motivasi adalah those inner drives that activate or
move an individual to action (dorongan dari dalam yang mengaktifkan atau
menggerakkan seseorang untuk bertindak).[20]Jadi,
kepala pesantren sebagai seorang pemimpin instruksional, bertugas memberi
motivasi bekerja kepada ustad dan pegawai pesantren agar bersedia dan senang
melakukan segala aktivitas dengan sendirinya dalam rangka pencapaian tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien. [21]
d.
Kontrol/Evaluasi (Controlling)
Pengawasan
merupakan pengontrol kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Pengawasan diterapkan dalam fungsi
manajemen, agar pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan tidak melenceng dari
perencanaannya, kalaupun ada penyimpangan-penyimpangan maka dilakukan
perbaikan.
Menurut
Sagala pengawasan adalah kegiatan untuk mengetahuli realisasi pelaku personel
dalam organisasi, dan apakah tingkat pencapaian tujuan sesuai dengan yang
dikehendaki, serta hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan perbaikan.[22]Dalam
kegiatan ini juga dilaporkan faktorfaktor pendukung dan penghambat kerja,
sehingga memudahkan usaha perbaikan. Jadi, pengawasan ini dilihat dari segi
input, proses, output bahkan outcomenya telah sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan atau belum sesuai tujuan yang ditetapkan.
Menurut
Nanang Fattah pengawasan dilakukan melalui 3 tahap; a) menetapkan standar
pelaksanaan b) pengukuran pelaksanaan dibanding kan dengan standar, dan c)
menentukan kesenjangan antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.[23] Tapi
di dalamnya belum terdapat tahapan terakhir pengawasan yaitu upaya perbaikan.
Dengan demkian, dapat disimpulkan bahwa pengawasan dilaksanakan melalui 4
tahap, yaitu :
1.menetapkan
standar-standar pelaksanaan pekerjaan sebagai dasar melakukan kontrol.
2.mengukur pelaksanaan
pekerjaan dengan standar.
3.menentukan kesenjangan
(deviasi) bila terjadi, antara pelaksanaan dengan standar.
4.melakukan
tindakan-tindakan perbaikan jika terdapat kesenjangan (deviasi) agar
pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana.
D. Pengertian pondok pesantren dan
santri
1. Pengertian
Pondok Pesantren
Menurut Zamakhsyari Dhofier ”sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan
pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah tersebut barangkali berasal
dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat
tinggal yang dibuat dari bambu.Disamping itu pondok berasal dari kata Arab funduk,
artinya hotel atau asrama”.[24]
Pernyataan serupa juga terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia Modern, yang
mengartikan pondok sebagai bangunan untuk tempat sementara, rumah.[25]Mengenai
perkataan pesantren bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang berawalan pe
dan akhiran an, berarti tempat tinggal para santri atau tempat belajar
para santri menuntut ilmu.[26] Adapun
penggabungan antara kata pondok dan pesantren, menurut Ziemik, adalah sesuai
dengan sifat pesantren, yang didalamnya kedua komponen yaitu pendidikan
keagamaan dan kehidupan yang bersama dalam suatu kelompok belajar, berdampingan
secara berimbang.[27]
Dengan demikian, pengertian pondok
pesantren berarti, pondok kemungkinan berasal dari bahasa Arab, funduk
yang artinya rumah penginapan yaitu berupa perumahan sederhana dan merupakan asrama
bagi para santri. Penyebutan pondok pesantren ini umumnya untuk lembaga
pendidikan islam tradisonal yang terdapat di pulau jawa (khusunya Jawa tengah,
Jawa Timur) dan Madura. Sedang untuk wilayah diluar pulau Jawa dan Madura,
istilah yang dipergunakan ada beberapa macam, seperti surau di Sumatra Barat, meunasah,
rangkang, dan dayah terdapat di Aceh.[28] Akan
tetapi, penyebutan tersebut sudah banyak dipakai oleh nama lembaga pendidikan
islam di luar Jawa, seperti pondok pesantren Tgk. H. Hasan di Aceh Besar,
pondok pesantren Maslurah di langkat Sumatra Utara, serta pondok pesantren
Al-Qurániyah di Sumatra Selatan.[29]
Suatu lembaga pendidikan Islam dikatakan
pondok pesantren menurut Arifin setidaknya terdapat lima elemen yaitu : pondok,
masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik, dan kyai.[30]Jumlah
pesantren yang begitu banyak pada masa sekarang, memiliki aneka ragam bentuk,
jenis dan spesifik. Hal
tersebut sudah barang tentu sangat sulit untuk mendeskripsikan dari
masing-masingnya.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa pondok pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang tidak
ditemui pada lembaga pendidikan umum (modern), sehingga kemudian ada istilah
bahwa pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional.
Tumbuhnya pondok pesantren hanyalah berfungsi sebagai alat islamisasi,
yang sekaligus memadukan unsur pendidikan, yaitu :
1. Ibadah untuk menanamkan iman,
2. Tablig untuk menyebarkan ilmu dan
amal, dan
3. Untuk mewujudkan kegiatan
kemasyarakatn dalam kehidupan sehari-hari.[31]
2. Pengertian santri
Adapun mengenai pengertian santri dalam
kamus bahasa indonesia modern yaitu orang yang mendalami agama islam.[32] Sedangkan menurut pendapat Prof.
Jhon, yang dikutip oleh Abdul Munir Mulkan:
Bahwa kata santri berasal dari
bahasa Tamil yang berarti ustad mengaji. Sedang C.C. Berg berpendapat kata
santri barasal dari bahasa india shastri yang artinya orang yang tahu
buku-buku suci. Berbeda lagi dengan Robson yang mengatakan kata santri berasal
dari bahasa Tamil sattiri yang artinya orang yang tinggal di sebuah
rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum.[33]
Menurut Ali Anwar dalam pemakaian bahasa
modern, santri memiliki antri sempit dan arti luas. Dalam arti sempit santri
adalah seorang pelajar pesantren agama, sedangkan santri dalam arti luas dan
umum menurut Clifford Geertz sebagaimana dikutip Ali Anwar santri mengacu pada
seorang anggota penduduk Jawa yang menganut agama islam dengan sungguh-sungguh,
rajin shalat, pergi ke masjid dan sebagainya.[34]
Menurut Nurcholis Madjid sebagaimana
dikutip Ali Anwar, ada dua pendapat yang dipakai untuk mengetahui asal-usul
perkataan santri. Pendapat pertama santri berasal dari bahasa Sanskerta,
yang berarti melek huruf. Pendapat kedua menyatakan kata santri berasal dari
bahasa Jawa cantrik yang artinya seseorang yang mengabdi kepada ustad.[35] Jadi
dapat disimpulkan bahwa santri adalah seseorang yang mendalami ilmu agama yang
bertempat tinggal dilingkungan pondok pesantren.
3. Tipologi pondok
pesantren
a. Tipe pondok pesantren
Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam
masyarakat, menurut Bahri Ghozali meliputi:
a) Pondok Pesantren Tradisional
Yaitu
pondok pesantren yang masih mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata
mengajarkan kitab....dengan menggunakan bahasa Arab dan menerapkan sistem halaqah
yang dilaksanakan di masjid atau surau.Adapun kurikulumnya tergantung pada kyai
pengasuh pondok.
b) Pondok Pesantren Modern
Pondok
pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajarnya
cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik dan meninggalkan
sistem belajar tradisional.Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum pesantren
atau madrasah yang berlaku secara nasional.
c) Pondok Pesantren Komprehensif
Pondok
pesantren ini disebut komprehensif karena merupakan sistem pendidikan dan
pengajaran gabungan antara yang tradisonal dan yang modern.Artinya di dalamnya
diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode tradisional,
namun secara reguler sistem perpesantrenan terus dikembangkan.[36]
Ketiga tipe pondok pesantren di atas memberikan gambaran bahwa pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan pesantren.
b. Sistem Pendidikan
dan Pengajaran di Pondok Pesantren
Sebelummembahas tentang sistem
pendidikan di pondok pesantren, terlebih dahulu akan disinggung mengenai
sejarah pendidikan di pondok pesantren. Sejarah pendidikan di pondok pesantren,
tidak bisa lepas dari sejarah masuknya Islam di Indonesia, karena dari sinilah
awal keberadaan pondok pesantren.
Adapun sistem pendidikan dan pengajaran yang berlangsung di pondok
pesantren sekarang, penulis membaginya menjadi dua sistem, yaitu :
1) Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang
bersifat Tradisonal
Penyebutan istilah tradisonal adalah untuk membedakan dengan sistem
modern.Sistem tradisonal menurut Arifin adalah pola pengajran yang sangat
sederhana dan sejak semula timbul dari pesantren hingga sekarang.Pesantren yang
masih menyelenggarakan sistem ini sering disebut dengan istilah pesantren salaf
(kuat memegang tradisi), dan sampai saat ini tetap bertahan di desa-desa dengan
mengandalkan kekarismaan kyainya.[37]
Sistem tersebut meliputi :
a) Sorogan
Sistem pengajaran dengan pola soroganmenurut Ghozali dilaksanakan
dengan jalan santri yang biasanya pandai menyorongkan sebuah kitab pada kyai
untuk dibaca dihadapan kyai itu.Dan kalau ada salahnya kesalahan itu langsung
dihadapi oleh kyai.[38]Menurut
Dhofir sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama
bagi seorang santri yang bercita-cita menjadi seorang alim.Dengan sistem ini
juga seorang ustad memungkinkan untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara
maksimal kemampuan sorang santri.[39]
b) Wetonan
Menurut Ghozali sistem pengajaran dengan jalan wetonan
dilaksanakan dengan jalan kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan
santri dengan membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kyai.
Dalam sitem ini tidak ada absebsi, artinya santri boleh datang boleh tidak,
juga tidak ada ujian.[40]
c) Bandongan
Sebagaimana yang di kemukakan oleh Dhofir.
Dalam sistem ini
sekelompok santri (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang ustad yang
membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam
Arab.Setiap santri memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan
(baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.[41]
d) Muhawarah / Muhadatsa
Metode muhawarah adalah merupakan latihan bercakap-cakap dengan bahasa
Arab yang diwajibkan oleh pondok pesantren kepada para santri selama mereka
tinggal di pondok pesantren. Sitem muhawarah atau muhadasah ini menurut Arifin kemudian digabungkan dengan latihan muhadlarah
atau khitabah yang bertujuan melatih anak didik berpidato.[42]
e) Mudzakarah
Sitem mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara
apesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan akidah serta
masalah agama pada umumnya.[43]
f) Majlis Ta’lim
Majlis ta’lim adalah suatu media penyampaian ajaran
Islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jamaah terdiri dari berbagai
lapaisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bbermcam-macam dan tidak
dibatasi oleh tingkatan usia maupun perbedaan kelamin. Sistem ini hanya
dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja.[44]
Kesemua sistem pendidikan dan pengajaran di atas adalah untuk mempelajari
kitab-kitab klasik karangan ulama Timur Tengah abad pertengahan (sekitar 12-15
M), yang kemudian terkenal dengan sebutan kitab kuning.Penyebutan tersebut
menurut Martin Van Bruinessen disebabkan karena kertas bukunya yang berwarna
kuning.[45]
2) Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang
bersifat Modern
Didalam perkembangannya pondok pesantren tidaklah semata-mata tumbuh atas
pola lama yang bersifat tradisional dengan pola di atas, melainkan melakukan
inovasi dalam pengembangan sistem. Disamping pola tradisional yang termasuk
ciri pondok salafiyah, maka
gerakan khalafiyah telah memasuki derap perkembangan pondok pesantren.
Menurut M. Bahri Ghazali ada tiga sistem yang diterapkan, yaitu:
Sistem Klasikal, Sistem klasikal ini adalah dengan pendirian pesantren-pesantren.... dan
didalamnya terjadi integrasi sistem pendidikan...antara ilmu agama dan umum.
Dan kurikulum yang dipakai disamping dari kyai juga kurikulum dari departemen
Agama maupun Diknas.Sitem kursus, pola pengajaran yangditempuh melalui
kursus-kursus (takhassus) ini ditekankan pada pengembangan ketrampilan
berbahasa Inggris dan ketrampilan tangan seperti menjahit, mengetik dan
lain-lain.Sistem pelatihan, pola pelatihan yamg dikembangkan adalah
menumbuhkan kemampuan praktis seperti: pelatihan pertukangan, perkebunan,
perikanan dan lain-lain.[46]
E. Ruang
Lingkup Manajemen Santri
Ada
tiga tugas utama dalam menajemen santri, yaitu penerimaan santri baru, kegiatan
kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin. Berdasarkan tiga
tugas tersebut, ruang lingkup manajemen santri diantaranya:
1. Perencanaan
Santri
Perencanaan santri ini merupakan
aktivitas yang sangat penting dalam manajemen santri, karena dalam kegiatan
perencanaan akan diperoleh suatu kebijakan yang berkaitan dengan strategi
penerimaan santri baru. Mencakup sensus pesantren dan penentuan jumlah santri yang diterima. Perolehan
pendataan tersebut akan dapat ditetapkan: jumlah dan lokasi pesantren, batas
daerah penerimaan santri suatu pesantren, jumlah fasilitas transportasi,
layanan program pendidikan, fasilitas pendidikan bagi anak-anak penderita
cacat.dari penjelasan di atas seringkali di terapkan dalam manajemen pesantren
yang lokasi dekat dengan lembaga pendidikan formal (umum) seperti sekolah dan
kampus yang mana siswa yang tempat tingal terlalu jauh dari sekolah atau tempat
perkuliahan mereka memanfaatkan pesantren kecil-kecil yang dekat dengan tempat
pendidikanya. Dan bagi pesantren sekeliling tempat pendidikan tersebut jauh
hari selalu menyiapkan penerimaan dimana jika penerimaan siswa atau mahasiswa
baru di setiap tahunya.akan tetapi untuk menjawab laju pertumbuhan penduduk
(khususnya anak-anak usia pesantren di daerah sekitar pesantren) pesantren
tidak terlalu menyiapkan perencanaan yang terlalu ketat akan tetapi lebih
terbuka dalam perencanaan sesuai situasi sekitar[47]
2. Penerimaan
Santri Baru
Kegiatan penerimaan santri baru
(PSB) dikelola oleh panitia PSB. Kegiatan ini dilakukan agar kegiatan belajar
mengajar sudah dapat dimulai di hari pertama setiap tahun ajaran baru yang
sering di temui disekitar kita pesantren yang menyipkan diri untuk menampung
siswa atau mahasiswa di lingkungan akademik. Adapun langkah-langkah penerimaan santri
baru menurut Ismed Syarief:
a.
Membentuk panitia penerimaan santri
b.
Menentukan syarat pendaftaran
c.
Menyediakan formulir pendaftaran
d.
Pengumuman pendaftaran.
e.
Menyediakan buku pendaftaran.
f.
Menentukan waktu pendaftaran,
g.
Penentuan calon yang diterima
h.
Pendaftaran ulang
3. Pengelompokkan
Santri
Pengelompokkan ini dilakukan agar
proses belajar mengajar di pesantren bisa berjalan lancer, tertib, dan tercapai
tujuan-tujuan pendidikan yang telah diprogramkan. Ada beberapa jenis
pengelompokkan santri, diantaranya adalah:
a.
Pengelompokkan dalam kelas-kelas
Agar proses belajar mengajar
berjalan dengan baik, santri yang berjumlah besar perlu dibagi menjadi kelompok
kelas.
b.
Pengelompokkan berdasarkan kemampuan
Pengelompokkan ini didasarkan pada
kemampuan santri pada penguasaan pelajaran yang telah di tentukan yang mana
pengelompokan ini jika dilihat pada pesantren atau diniah sekitar menerapkan
kelas-kelas tertentu yang sesuai dengan tingkatan baik dari tingkatan
ibtidaiyah tsanawiyah dan aliyah yang mana pada pada suatu tingkatan di
kelompokan dalam tingkatan kelas-kelas yang menjadi identitas tingkatan
pengetahuan..[49]
4. Disiplin
Santri
Pembinaan disiplin santri mempunyai nilai yang
strategis, sebagai salah satu faktor penentu sumberdaya manusia masa depan,
sasarannya adalah anak usia 6-18 tahun dan tidak menyampingkan usia yang
diatasnya, suatu tingkat perkembangan usia anak dimana secara psiskis dan fisik
anak sedang mengalami pertumbuhan, suatu periode usia yang ditandai dengan
kondisi kejiwaan yang tidak stabil, agresifitas yang tinggi dan mudah
dipengaruhi lingkungan.[50]Guna
untuk mengantisipasi kompleksitas permasalahan tersebut diperlukan pembinaan
anak usia pesantren dengan professional yang didalamnya mengandung banyak
nilai, yaitu:
a.
Peningkatan mutu gizi
b.
Perilaku kehdupan beragama dan perilaku
terpuji
c.
Penanaman rasa cinta tanah air
d.
Disiplin dan kemandirian
e.
Peningkatan daya cipta, daya analisis,
prakarsa dan daya kreasi
f.
Penumbuhan kesadaran akan hidup
bermasyarakat
g.
Penelusuran bakat dan minat santri.
Kemudian dalam rangka membina santri secara
komprehensif pihak pesantren mesti memberikan layanan khusus yang menunjang
manajemen santri. Layanan tersebut antara lain: layanan bimbingan dan
konseling, layanan perpustakaan, layanan kantin, layanan kesehatan, layanan
transportasi pesantren, dan layanan asrama.[52]
5. Kegiatan
Ektrakulikuler
Kata ektrakurikuler seringkali
digunakan dalam bahasa lembaga pendidikan akan tetapi Kegiatan ektrakulikuler dalam
kegiatan santri merupakan kegiatan santri yang diselenggarakan di luar kegiatan
belajar santri biasa. Tujuannya agar santri dapat memperkaya dan memperluas
wawasan pengetahuan, mendorong pembinaan nilai dan sikap denim mengembangkan
minat dan bakat santri. Kegiatan ini secara tidak langsung juga memberikan
dudukungan terhadap pembelajaran di kelas dan memberikan tambahan pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan santri.dalam kegiatan penunjang santri di era klasik
seringkali bias kita temui kegiatan-kegiatan yang tujuan kegiatan tersebut
untuk mengabdi di pesantren dan disiapkan untuk terjun di masayarakat kelak
kegiatan tersebut meliputi pertanian, peternakan dan kegiatan lainnya. Akan
tetapi seiring dengan perkembangan pesantren saai ini kegiatan tambahan yang di
miliki santri sangat inovatif seperti kegiatan olahraga, bela diri dan
pemahaman bahasa asing[53]
6. Organisasi
Intra santri
Organisasi tersebut dibina
oleh kepala pesantren yaitu kiyai bersama ustad sehingga semua kegiatan
struktur organisasi, tugas dan kewajiban dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. organisasi berfungsi sebagai wadah untuk pembinaan pemuda dan budaya,
pembinaan stabilitas dan ketahanan nasional, pembentukan watak dan kepribadian
dalam integrasi pesantren, pencegahan pembinaan santri yang kurang dapat
dipertanggung jawabkan, pembinaan aktivitas intra pesantren yang berorientasi
pada kegiatan yang bersifat edukatif, serta pemberian kesempatan seluas-luasnya
bagi pengembangan potensi santri.
Adapun tujuan organisasi
yaitu mempersiapkan santri menjadi warga Negara yang memiliki jiwa Pancasila,
berkepribadian luhur, moral dan mental yang tinggi, berkecakapan, serta
memiliki pengetahuan siap untuk diamalkan; mempersiapkan santri agar menjadi
warga Negara yang mengabdi pada Tuhan Yang Maha Esa, tanah air dan bangsanya;
menggalang persatuan dan kesatuan yang kokoh dan akrab; menghindarkan santri
dari pengaruh-pengaruh yang tidak sehat dan mencegah santri dijadikan sasaran
perbuatan pengaruh serta kepentingan suatu golongan dan usaha peningkatan
ketahanan pesantren.
Dalam organisasi ini
bias disebut sebagai pengurus santri yang mana di ambil dari santri-santri yang
telah lama menempuh ilmu di pesantren tersebut dan juga bias di ambilkan dari
santri yang mempunyai kepemimpinan dan siap untuk dijadikan pengurus tersebut
tugas pokok dari pengurus tersebut adalah untuk membantu dari kiyai dan ustad
menjaga stabilitas proses pengajaran di dalam pesantren[54]
7. Evaluasi
Kegiatan santri
Langkah-langkah dalam mengevaluasi
kegiatan santri, antara lain:
a.
Penentuan standar. Maksudnya, membuat
patokan atau target mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan. Standar
yang telah ditentukan, harus dibuat dan dikomunikasikan kepada semua yang
terlibat dalam kegiatan tersebut, agar mereka dapat mengetahui target-target
yang akan dicapai sebagai contoh dari standar tersebut seperti santri kelas
satu ibtidaiyah bias dinaikan kekelas yang lebih tingi jika sudah menguasai
kitab-kitab yang telah di tentukan.
b.
Mengadakan pengukuran. Pengukuran
dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu kegiatan telah dilakukan hal itu
biasanya bisa ditemukan dalam ujian yang dilakukan oleh pengajar diniyah setelah erbagai proses
pengajaran dilaksanakan.
c.
Mengadakan perbaikan. Perbaikan
dilakukan untuk mengetahui ketercapaian standar yang telah ditentukan, terutama
perbaikan terhadap penyebab tidak terpenuhinya target standar yang dikarenakan
berbagai hal seperti ketidak hadiran santri ketika ujian dan dari pengajar
mengadakan ujian susualan atau perbaikan dari ujian yang belum maksimal.[55]
8. Perpindahan
Santri
perpindahan santri dari pesantren
satu ke pesantren yang lainnya atau sebaliknya akan tetapi perpindahan tersebut
langsung menghadap ke pengurus pesantren atau ke kiyai langsung. Terkain dengan
perpindahan santri dari pesantren satu ke yang lain prosedur tidak sesuai
dengan yang di terapkan pada lembaga pendidikan formal yang mengurus
surat-surat tertentu akan tetapi hanya mengadap ke pengrus atau ke kiyai jika
dari pesantren lain yang ingin belajar ke pesantren yang bersangkutan dan
biyasanya terkait dengan kelas penentuanya menggunakan tes penempatanya sesuai
standar yang telah didapat dari tes tersebut,
9. Kenaikan
Kelas
Kenaikan kelas diatur dalam
peraturan pesantren yang didasarkan pada kebijakan yang ada di pesantren.
Seringkali dalam pelaksanaannya muncul masalah-masalah yang perlu diselesaikan
secara bijak. Untuk meminimalisir masalah tersebut, data-data tentang hasil
evaluasi pembelajaran santri harus
lengkap dan obyektif, mendayagunakan fungsi
dan peranan bimbingan dan penyuluhan, dan para ustad bersikap hati-hati
dan obyektif dalam memberikan penilaian hasil belajar santri.[56]
10. Kelulusan
dan Alumni
Setelah seorang santri selesai
mengikuti seluruh program pendidikan di pesantren pada suatu tingkatan, dan
berhasil lulus dalam ujian yang di laksanakan oleh pesantren, maka santri diberikan
ijazah atau berupa symbol-simbol tertentu yang menyatakan santri tersebut telah
selesai menyelesaikan berbagai tahap pendidikan di pesantren.akan tetapi yang
berkaitan dengan sistem ujian yang dilakukan oleh pesantren dalam kelulusan
tersebut sangatlah berfariasi dari pesantren satu dengan yang lain. di beberapa
pesantren bisa ditemukan santri dinyatakan lulus selain mengikuti semua tahapan
pembelajaran di pesantren juga di tuntut untuk mengabdi menjadi pengajar dalam
waktu yang telah di tentukan. Dan ada juga dalam proses ujian kelulusan
tersebut santri di suruh untuk membuat suatu karya keilmuan agama yang mana
karya tersebut bisa di manfaatkan orang banyak. dan ada juga yang mengadakan
ujian seperti ujian pada umumnya dan dinyatakan lulus dengan diberikan
simbol-simbol tertentu dan santri tersebut dinyatakan sebagai alumni dari
pondok pesantren tertentu [57]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pesantren
merupakan suatu tempat atau lembaga pendidikan islam yang berbeda dari
lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya yang mana didalamnya terdapat elemen-
elemen yang mengacu pada tujuan keilmuan keagamaan dan didalam pesantren
terdapat tempat tinggal bagi santri yang pada umunya seperti asrama dan diisi
oleh beberapa santri yang menuntut ilmu didalam pesantren tersebut. Dan dalam
pesantren selain mengajarkan ilmu keagamaan yang mengacu pada kitap-kitap
kuning pada saat ini pondok pesantren sudah mengalami pergeseran selain
mengajarkan ilmu keagamaan yang mendalam di berbagai pesantren di nusantara
juga mengajarkan ilmu-ilmu umm seperti bahasa asing.
Dalam pengelolaan pesantren atau
diniyah seperti yang diharapkan peran manajemen sangatlah penting guna
melaksanakan setrategi-setrategi dalam pengembangan pesantren atau diniyah
tersebut yang mengacu empat pilar manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pergerakan dan evaluasi yang mana empat pilat tersebut di gunakan sebelum
melaksanakan tahapan atau ruang lingkup dalam manajemen santri di pondok
pesantren atau diniyah yang meliputi perencanaan, penerimaan santri,
pengelompokan, disiplin santri, ektrakulrikuler, organisasi intra
santri,evaluasi, perpindahan santri dan kelulsan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkan, Menggagas Pesantren
Masa Depan . Yogyakarta: Qirtas, 2003.
Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan
Sekolah, cet.I, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan di
Pesantren Lirboyo Kediri . Kediri: IAIT Perss 2008.
Dann Suganha, Kepemimpinan di Dalam Administrasi, Bandung: Sinar
Baru, 1986.
Dar Yanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern.
Surabaya: Apollo,1994.
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, cet. III dan IV, Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2003.
Haidar Putra Daulay, Historistis dan
Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah .Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 2001.
Imron Arifin, Kepemimpinan
Kyai. Malang: Kalimasahada Press, 1993.
Iwa Sukiswa, Dasar-Dasar Umum Manajemen Pendidikan, Bandung: Tarsito,
1986.
J. Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1992.
John Adair, Effective Leadership; A Self-Development Manual,
Penerjemah Andre Asparyasogi, Menjadi
Pemimpin Efektif, cet. IV, Jakarta: PT Gramedia, 1994.
John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet.
XXIII, Jakarta : PT Gramedia, 1996.
Kadarmansi dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992.
M. Bahri
Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti, 2002.
Manfred Ziemik, Pesantren dalam Perubahan
Sosial. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantrn dan Masyarakat (P3M), 1986.
Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, cet. X, Jakarta: G.ia
Indonesia, 1983.
Marasudin Siregar, "Pengelolaan Pengajaran; suatu Dinamika
Profesi Keguruan", dalam Chabib Thoha (eds), PBM-PAI di Sekolah;
Eksistensi Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, cet. I .Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998.
Martin Van Bruinessen,
Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat .Bandung: Mizan, 1999.
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000.
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, cet.III,Bandung:
RemajaRosda Karya, 2000.
Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam
dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001.
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, cet.
VII,(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995.
Peter P. Schoderbek, Management,
Florida: Harcourt Brace Jovanovich Inc., 1988.
Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan
di Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya, 2000.
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan
Kontemporer, Bandung: CV. Alfabet, 2000.
-----------------, Konsep dan Makna
Pemeblajaran; untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar,
Bandung: CV. Alfabet, 2004.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren
Studi tentang Pandangan Hidup Kyai Jakarta: LP3ES, 2011.
[1] John M. Echol
dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXIII, (Jakarta : PT Gramedia,
1996), 372
[2] E. Mulyasa, Manajemen
Berbasis Sekolah, cet. III dan IV, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003),
19
[3] Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, cet. VII, (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 1995), 7
[4] Peter P. Schoderbek, Management,
(Florida: Harcourt Brace Jovanovich Inc., 1988), 8
[5] Soegabio
Admodiwiro, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Arda Dizya
Jaya, 2000),5
[6] Nanang Fattah, Landasan Manajemen
Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000),12
[7] Kadarmansi
dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1992),32.
[10]Nanang Fattah, Landasan
Manajemen Pendidikan, cet.III,(Bandung: RemajaRosda Karya, 2000), 13
[11] Nanih
Machendrawaty, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari
Ideologi, Strategi sampai Tradisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001),137
[12] Marasudin
Siregar, "Pengelolaan Pengajaran; suatu Dinamika Profesi Keguruan",
dalam Chabib Thoha (eds), PBM-PAI di Sekolah; Eksistensi Proses Belajar
Mengajar Pendidikan Agama Islam, cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 187
[13] Syaiful
Sagala, Konsep dan Makna Pemeblajaran; untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: CV. Alfabet, 2004),141
[16] Ahmad
Rohani dan Abu Ahmadi, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan
Sekolah, cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),16.
[17] Iwa Sukiswa,
Dasar-Dasar Umum Manajemen Pendidikan, (Bandung: Tarsito, 1986),30
[18] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer,
52.
[19] John Adair,
Effective Leadership; A Self-Development Manual, Penerjemah Andre
Asparyasogi, Menjadi Pemimpin
Efektif, cet. IV, (Jakarta: PT Gramedia, 1994),177
[20] Dann Suganha, Kepemimpinan
di Dalam Administrasi, (Bandung: Sinar Baru, 1986), 41
[21] J. Riberu, Dasar-Dasar
Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992),50
[22] Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan
Kontemporer, 59
[23] Nanang Fattah, Landasan
Manajemen Pendidikan 101.
[24]
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup
Kyai (Jakarta: LP3ES, 2011), 41.
[25]
Dar Yanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern (Surabaya: Apollo,1994),
163.
[26]
Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri (Kediri:
IAIT Perss 2008), 22.
[27]
Manfred Ziemik, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta:
Perhimpunan Pengembangan Pesantrn dan
Masyarakat (P3M), 1986), 116.
[28] Haidar
Putra Daulay, Historistis dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,
2001), 26.
[32]
Dar Yanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern, 182.
[33]
Abdul Munir Mulkan, Menggagas Pesantren Masa Depan (Yogyakarta: Qirtas, 2003), 89.
[34]
Ali Anwar, Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri (Kediri:
IAIT Perss 2008), 22-23.
[35] ibid,
23.
[37]
Arifin, Kepemimpinan, 21.
[38] M.
Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, 29.
[39]
Dhofier, Tradisi, 29.
[40]
Ghazali, Pesantren Berwawasan LingkungaIn, 22.
[41]
Dhofier, Tradisi, 28.
[53]
Ibid,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar